Kilas balik film Perahu Kertas 1 (2012)

Film keluaran 2012, karya Hanung Bramantyo. Sedikit informasi film ini diadaptasi dari novel yang berjudul sama, Perahu Kertas karya Dee (Dewi Lestari). Sama seperti film-film yang diadaptasi dari novel, penilaian bagus tidaknya terkadang bertajuk pada ekspetasi yang dibuat oleh penonton yang katakanlah 50%-nya sudah membaca novelnya terlebih dahulu. Entah bisa saja ekspetasi penonton yang terlalu tinggi maka film tersebut diberi nilai minus, atau memang film tersebut bisa saja diluar ekspetasi penonton maka penilainnya diberi nilai plus.

Jalan cerita yang diambil untuk film tidak jauh berbeda dengan yang ada di buku, tetapi banyak jalan cerita yang disimsalabimkan, dengan kata lain terlalu melompat-lompat sehingga terasa sedikit dipaksakan alur ceritanya. Memang benar ada kelanjutan cerita di film keduanya, tetapi tetap saja banyak detail yang terlupakan. Misalnya ketika Kugy (Maudy Ayunda) didatangi temannya yang entah darimana dan siapa, diminta untuk ikut mengajar di sakola alit. Tokoh temannya ini tiba tiba saja ada tanpa ada latar belakangnya, dibuku pun tidak dijelaskan secara rinci tentang ini, namun setidaknya jika diberi sedikit asal usul maka pasti akan lebih pas. Film ini bercerita tentang kisah cinta, tetapi tidak memperlihatkan bagaimana kisah Kugy dan Keenan (Adipati Dolken) dengan baik. Rasa suka memang diperlihatkan dari kedua tokoh dengan adanya rasa kecemburuan. Kugy cemburu pada Wanda sepupu dari Noni sahabat lama Kugy dan Keenan cemburu pada Joshua pacar Kugy yang tinggal di Jakarta. Tetapi tidak lebih dari itu, interaksi antara keduanya bisa dibilang hanya ada hitungan jari dalam adegan film, lalu tiba tiba saja merasa sudah saling jatuh cinta, adegan mereka berbincang ditelepon seperti di buku pun tidak ada. 

Ada beberapa reka layar yang masih seperti bukan film layar lebar namun seperti sinetron kebanyakan, adegan party misalnya. Sangat disayangkan adegan perayaan ulang tahun tersebut sedikit memaksa, dibuat bukan seperti halnya pesta ulang tahun pada jamannya. Detail detail seperti rumah dan baju para aktor mungkin sedikit terabaikan, misalnya rumah Keenan di Jakarta yang megah dengan rumah kos kosannya di Bandung, sangat berbeda jauh. Keenan yang anak dari keluarga sangat berkecukupan namun divisualisasikan berhuni di kos kosan yang sangat lusuh. Memang anak seni nyentrik dengan hal-hal seperti rambut gondrong dan tidak rapih tapi bukan berarti lusuh. Aktor yang memainkan peran dalam film ini pun belum bisa dikatakan sempurna dan mendalami perannya, masih perlu mendapatkan sedikit polesan agar hasilnya lebih natural. Ditengah cerita disajikan reka layar sepotong demi sepotong untuk mempercepat alur, memang benar yang menonton pasti paham tetapi lagi lagi detail yang diambil kurang memuaskan. Ada satu hal menarik  yang perlu perhatian lebih, soundtrack film. Musik musik yang dialunkan sepertinya lebih bisa dibanggakan daripada filmnya itu sendiri karena sangat apik, cocok sekali untuk dinikmati bersama secangkir kopi.

Perahu kertas film yang bagus apalagi naskah tersebut ditulis sendiri oleh penulis novelnya. Hanya saja ekspetasi penonton tidak bisa disalahkan, begitu juga filmnya. Semua memiliki kelebihannya masing masing. Hanya perlu sedikit penyesuain untuk bisa menikmatinya dengan benar.


Bagaimana menurut pembaca sekalian?

Comments

Popular Posts